Suara Dewa
Aku menuliskan ini agar tidak lupa hari ini. Aku sangat takut lupa apalagi menyangkut hal penting. Entah kenapa pada hariku yang sulit memejamkan mata, berkontemplasi ingin menuliskanmu lagi. Toh, aksara bersahabat denganku seolah instrumen perasaan.
Selama ini semestaku sangat gemar merantau. Bagiku merantau adalah sebuah petualangan, di mana kita dapat membawa buah tangan berupa pelajaran di masa depan dalam perkara apapun. Sebelum menemukan orang yang tidak akan mengenalkanku pada pengharapan yang berujung kecewa.
Sampai akhirnya sang waktu mempertemukanku denganmu. Setelah bertahun-tahun melukiskan kanvasku dengan warna hitam. Kini dilukiskan penuh warna. Walau lukisanku masih abstrak setidaknya ada setitik perubahan. Layaknya hadiah terindah titipan semesta pada gadis perantau si penganut filosofi kaktus ini. Akhirnya ku temukan bahagia yang bahagia, ruang kontemplasi juga telah menemukan terangnya. Ah, ini menyenangkan.
Ya, kaktus. Kaktus seperti menggambarkan diriku, kaktus yang tangguh dalam menghadapi perantauan kehidupan ada rasa senang ataupun rasa sedih.
Kaktus yang hanya butuh kasih sayang secukupnya selanjutnya diri sendiri jadi kendali. Selalu bisa bertumbuh di lingkungan sekeras apapun dan di mana pun, meski diluputi kekurangan. Tetapi ia tetap istimewa kala bunganya tumbuh berkat sepucuk kesabaran menunggu beberapa purnama untuk berbiak, meski jarang ada. Mental kuat juga terpampang dari sifat kaktus: ia dapat menjaga diri dengan baik tanpa asupan berlebih. Pandai melindungi diri terlihat melalui duri tajamnya meski terlihat mengerikan, tetapi itu hal positif yang dilakukan bak tameng gahar.
Itulah aku si gadis kaktus gemar rantau.
Kedatanganmu disambut semestaku, bahkan setiap ruangnya menerimamu dengan teramat apik. Menjelma baskara agar kaktus ini dapat bertumbuh baik akan sinar itu yang lama hilang. Kamu membuat bunga di kaktus yang jarang ada ini mekar sempurna.
Pertemuan kita yang terjadi tiba-tiba, tampaknya berjalan mulus. Dalam suatu acara kampus dan kamu seniornya. Perkenalan yang dimulai hanya dari junior dan senior ternyata membawa hal baik. Aku menjadi semakin dewasa menyikapi sesuatu teramat asing itu. Walau perlu proses panjang dan terkadang dirundung penyesalan atas segala hal yang tidak sempat kulakukan kala masih bertemu setiap minggu di September itu.
Suatu hari kamu bilang, “lo pasti bisa all out aja”.
Hari itu sesuatu yang telah kusimpan rapi di posisinya agar tidak seorang pun tahu. Tetapi raut mukaku perihal kalimatmu yang tidak dapat diterima semestaku. Memang masih tak piawai berbohong sepertinya. Kamu ternyata menangkap jelas raut mukaku. Lalu kamu mengirimku pesan “sori ya kalau gue salah kata lo udah berkembang kok”.
Peristiwa langka teramat langka ini menuntun ke skenario- skenario yang tidak membuatku berkawan lagi pada pengharapan. Sebab kamu sosok istimewa yang kunantikan layaknya jawaban sang waktu. Ruang rasaku akhirnya mengakui keberadaannya. Aku senang logika, pikiran, perasaan mengakhiri rangkaian pergulatan sekian lama.
Salah satu selembar doaku perihalmu yang slalu kurindukan juga kian menuai. Kemarin atas ijin semesta suaramu dapat kudengarkan lagi, walau pertemuan singkat di suatu hari. Aku dan kamu hanya sekedar saling menyapa. Di mana sosokmu masih dapat tertangkap retinaku walau jarang. Tak seperti sekarang terhalang oleh pandemi yang entah kapan berakhir.
Kita memang tak pernah tahu rencana semesta pemberi kejutan secara tiba-tiba mempertemukan. Surat ini juga mungkin akan tua dimakan waktu, mungkin kesenangan itu akan lebih cepat berlalu. Tetapi kamu akan terus mengejar mimpi-mimpi hebatmu.
Satu yang pasti segalanya selalu tersimpan rapi di lemari hati. Aku akan selalu mengagumimu. Percaya deh. Akan selalu begitu. Kamu hebat. Tiada yang lebih senang dari melihatmu senang melakukan apa yang kamu lakukan.
Sebenarnya aku juga tak tahu pasti apakah bunga di kaktus ini akan mekar sempurna seperti saat kamu datang. Kita yang berada di persimpangan tak sejalan, dan masing-masing harus segera pulang. Aku ke selatan, dan kamu utara. Kalau nyatanya waktu tak membuat kita pada bab cerita yang sama. Dalam paragraf ini aku akan berusaha mengikhlaskan cerita yang tidak perlu dituliskan sebelumnya. Walau pada selembar doa namamu tetap tak letih kubawa di malam sepi. Kita biarkan sang waktulah yang menjawab.
Dan kaktus ini, ya kaktus ini, ia akan tetap menjadi kaktus super tangguh yang sanggup berdiri tegak segersang apapun lingkungannya. Kaktus yang bersinar terang ulah sinar baskaranya. Walau ia tahu sinar itu bisa saja redup pada satu waktu yang tak pernah diketahui.
Kali ini ia berjanji bahwa bunganya akan tetap tumbuh indah, dan istimewa dengan sendirinya oleh segenap kesabaran mengarungi terjangan gulungan ombak pada. Seperti katamu, aku pasti bisa menghadapinya, bukan?.
Sebuah kapal pun akan mengikuti arah angin yang membawanya menuju pelabuhan.
dariku: yang menuliskanmu
Millen
Komentar
Posting Komentar