Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2020

Ruang Borok

    Ini kisah semacam puisi barangkali, atau sajak dalam  ruang borokku yang tak lagi borok usai berjumpa dan mengenalnya. Si manusia langka yang baru pernah kutemui wujudnya. Spesies manusia yang ternyata masih ada di bumi. Dia dilahirkan ke dunia oleh wanita kedua terhebat, selain ibuku.  Dia lahir sebagai salah satu sosok yang menjadikanku manusia yang lebih baik. Sungguh ingin kuberterimakasih pada ibunya, yang telah memperanakkan, merawat, menjaga, dan mendidiknya bersama wejangan luar biasa sampai sebesar kini. Sampai ketika semesta mempertemukan kami di bumi.    Mungkin untuk saling melengkapi. Kuramal Tuhan sedang senang saat menciptakannya, dan semesta pun menyambut dengan amat baik. Buktinya dia hadir bagai manusia yang dikirim Tuhan guna dapat merubah duniaku lebih senang. Kumerasa sangat bersyukur, dan beruntung sekali, kali ini.  Sebagai ucapan terima kasih, tak sengaja mungkin telah kutaruh hati padanya. Ini di luar kendali. Membuat bimba...

Gadis Rintik

Rintik hujan masih enggan jua kunjungi bumi  Membasahi tanah di sepanjang jalan itu Padahal awan telah menutupi cahaya baskara Sarayu kian melepaskan selembar daunnya Jatuh ke telaga  Guntur menyambar-nyambar berpendar     Tetapi kala itu ia jadi pemberi harapan palsu, lagi Ah, bagai penipu ulung, katanya  “Jadi rindu akan petrikor yang kian lama tak  kuhirup, puan” Harap bersabar wahai gadis rintik Titik rindunya sedang gemar dirahasiakan

Tanya Retorika

Tatkala mayoritas insan manusia  berhamburan  Hindari rinainya  Namun gadis itu tetap berjalan  perlahan  Di bawah rinai hujan itu, menikmati Seiring sarayu menyapa daun yang  melambai-lambai kedinginan itu  Dan bingkisan rindu yang bermuatan  sepasang kenangan  Berdesakan di ruang hati    Walau tampaknya manusia bumi  Menatapnya aneh  Tetapi senyum tetap tak luput dari bibirnya Beribu tanya retorika dalam kepala  Terbuat dari apa karya ilahi agung satu itu,  pikirnya Entah mengapa hanya mendekap bayangnya Ia slalu mengulum senyum  Penuh harsa  

Malam Masih Tak Ingin Diam

Malam semakin malam  Gelap semakin menggelap Sepi semakin menyepi  Tetapi semakin malam Isi kepala tak ingin diam  di permukaan Karena itu ia ingin mengatakan,  “isi kepala, kau kerap menyiarkan  istirahatkan” Ia pejamkan mata Terputar kembali rangkaian adegan  di pandangnya Toh, tokoh utama sama Ia bergema Meloncat-loncat di rerumputan  Mencari ruangan Mencari tempatan  Bukan singgahan 

Rumahku Merah Putih

Wangi rumah sedang absurd. Bau tak sedap makin merajalela Fondasi rumah kian bobrok Milikmu sedang dikerjakan Banyak yang perlu disensor Tidak baik untuk penghuni Tuan, puan ke mana perginya? Dicari rumah lagi darurat   Teleponmu tak diangkat? Sinyal lemah katanya.  Atau emang gak diterima lagi, di sini Telepon mati    Pada bawa bunga ke rumah duka Salah siapa?  Maaf perjalanan Anda terganggu  sedang ada renovasi Penumpang minggat melulu

Rintik Titik

Rintik hujan masih enggan jua kunjungi bumi  Membasahi tanah di sepanjang jalan itu Padahal awan telah menutupi cahaya baskara Sarayu kian melepaskan selembar daunnya Jatuh ke telaga    Guntur menyambar-nyambar berpendar   Tetapi kala itu ia jadi pemberi harapan palsu, lagi Ah, bagai penipu ulung, katanya  “Jadi rindu akan petrikor yang kian lama tak kuhirup,  puan” Harap bersabar wahai gadis rintik Titik rindunya sedang gemar dirahasiakan  

Jangan Nyasar Lagi

Duhai si pahatan Ilahi paling  indah Rumahmu meminta putar balik Katanya salah jalan Tahu arahnya, bukan?   Jika tidak, katakanlah dalam  tempo sesingkat-singkatnya Akan kuberi padamu peta itu Peta menuju tempat pulang  sesungguhnya berada, tuan   Jangan nyasar lagi Langka Takkan kau temukan lagi di  semesta manapun.

Dewa Semesta

Apakah Sang Dewa akan membacanya?. Ya, menunggu pusaran waktu saja. Aku tak ingin bermimpi tinggi, bahwa ia akan membaca ini. Tapi ingin juga dirinya baca. Aneh ya?.  Mungkin Sang Dewa takkan tahu ini. Barangkali sosoknya diciptakan dan dipertemukan dengan gadis itu untuk menjadi Sang Dewa Penyemangat dan Dewa Penyelamatnya dari luka, barangkali?. Ia harap demikian. Gadis yang diam-diam mulai memendam rasa padanya itu. Juga gemar berbisik seolah merayu semesta agar dapat dipersatukan dengan Sang Dewa. Niscaya mendengar dan menyampaikannya agar si gadis itu dapat menemukan rumahnya yang hilang dalam perantauan. Sang Dewanya.   “Kapan?”  “Ya tunggu saja semesta sedang bekerja menciptakan skenario terbaik bagimu agar semesta segera merestui dengan Sang Dewamu.”  “Tapi apakah Sang Dewa akan mendengarnya?”  “Tentu saja takkan ada yang dapat menolak takdir. Tetapi untuk sekarang gantungkanlah harapanmu hanya pada Sang Ilahi Yang Maha Pencipta, jangan...

Suara Dewa

Aku menuliskan ini agar tidak lupa hari ini. Aku sangat takut lupa apalagi menyangkut hal penting. Entah kenapa pada hariku yang sulit memejamkan mata, berkontemplasi ingin menuliskanmu lagi.  Toh, aksara bersahabat denganku seolah instrumen perasaan.  Selama ini semestaku sangat gemar merantau. Bagiku merantau adalah sebuah petualangan, di mana kita dapat membawa buah tangan berupa pelajaran di masa depan dalam perkara apapun. Sebelum menemukan orang yang tidak akan mengenalkanku pada pengharapan yang berujung kecewa. Sampai akhirnya sang waktu mempertemukanku denganmu. Setelah bertahun-tahun melukiskan kanvasku dengan warna hitam. Kini dilukiskan penuh warna. Walau lukisanku masih abstrak setidaknya ada setitik perubahan. Layaknya hadiah terindah titipan semesta pada gadis perantau si penganut filosofi kaktus ini. Akhirnya ku temukan bahagia yang bahagia, ruang kontemplasi juga telah menemukan terangnya. Ah, ini menyenangkan.  Ya, kaktus. Kaktus seperti...

Ya Gimana Wakilnya Aja

Hari ini masih nggak ada juga yang jual roti. Padahal pesta di rumah masih tetap berlangsung. Nggak pernah mati. Giliran pesta baru dimulai. Para pengundang butuh suara. Suara penting banget. Ini pertandingan sengit. Giliran pesta usai.  Terus dilupain. Dianggap debu. Penghuni nggak bisa terlibat.  Mereka bilang smua ada  rules nya. Jadi takut. Tikus-tikus makin lancar jaya aja jalannya. Hobi titip-titip sana-sini. Ini bukan biasa. Alarm kita hidup. Terus ada dan berlipat ganda. Jangan di dismiss . Sempat mau lepas kandang. Sudah bobrok.  maybe ? Malah waktu itu penghuni diserang. Nerima penumpang gelap katanya. Dituduh ditunggangi. Padahal lagi bela pestanya sendiri di rumahnya. Karna pengawas tikus dilemahkan.  Kelar rebahan  netflix -an. Ikut serta dalam panggilan. Nyatanya emang kacang. Jadi. Jadi. Abis ini apalagi. Orang kaya lupa ini hari apa. Susah sedikit. Basi. Yang ngundang ngilang. Bisa jadi gegara keliru kicau. Tapi ternyata mereka malah sibuk B...

Manifestasi Jadi Kontemplasi

Tatkala malam hari aku menengadah  Mendengar rindu berbisik menyapa telinga  Bintang menghiasi pekat Rembulan tak ada dimiliknya   Dikelilingi musik syahdu mengalun sepi  Mendarat mulus pada ayunan bak merpati  Yang kuasai cakrawala, t etap hampa Mereka saling berkontradiksi mesra   Sebab tak ada lagi sosokmu di sana, sayangku Aroma yang kau tinggalkan bersikeras perlahan hilang  dari palung penuh raung itu  Manifestasi  Karena itu aku kontemplasi   salam rindu  dariku: yang gemar sembunyi rasa