Apa Dia Bukan Manusia?
Sebuah senandika,
Dunia si Aku
Dahulu diriku kerap sering merasa bimbang. Beribu tanya bermuatan di kepala “manusia spesies seperti apakah diriku?”. Menjelma gundah gulana. Yang teramat berbeda dengan manusia lainnya, pikirku. Mungkin bagi mereka seolah rasa manusia lain itu tak penting lagi. Berdialog tanpa pikir. Selalu diselimuti dengan "baper banget sih orang hanya bercanda" diikuti berbagai macam perkalimatan lainnya berujung luka.
Tanpa mereka tahu apa yang dikalimatkan dapat merusak moodku hari itu. Di kala pikiran dan logika semisal bertempur. Peristiwa tersebut semakin kian membuatku tidak percaya diri. Merasa selalu kurang dari segenap manusia lainnya. Bahkan bayanganku sendiri pun seolah enggan menatapku. Sungguh ironis. Kejam.
Tetapi duniaku beranjak berubah. Sejak mengenal seorang manusia yang sangat teramat berbeda alias langka itu. Perawakannya pun tak sperti pria kebanyakan. Dia yang selalu percaya bahwasanya diriku pasti dapat melakukannya dengan baik. Bahkan diriku sendiri tidak percaya demikian. Dia tak gentar memberi wejangan untuk menghilangkan ketidakpercayaan diri. Dia yang beralih jadi motivator bagi semestaku. Dia yang memiliki kehangatan dalam diri. Walau dari luar tampak bak salju: dingin. Dalam bahasa Indonesiaku yang gundah juga kusebut: cuek.
Entah apa yang Tuhan berikan saat menciptakannya. Barangkali tujuannya agar membawaku menemui kebahagiaan. Ya, Tuhan tetap sungguh baik pada manusia fananya ini. Tuhan juga yang menyelundupkannya guna mengenalkanku pada suatu hal bernama percaya diri dan bersyukur. Sebuah teguran nan indah. Bagi diriku yang sangat ironis. Yang tak menyadari bahwasanya dirinya adalah karya ilahi paling mulia.
Perlahan bahagia yang telah lama kupertanyakan menemukan jawabannya. Di kepalaku yang selalu bermuatan tanya kembali berdesakan. Sesak akibat pertanyaan ”dari planet manakah dirinya berasal, atau dia bukan manusia?. Dia menyenangkan” kerap menyelimuti.
Mungkin sebagai bentuk apresiasi anugerah dari semesta. Pikiran dan logika yang kian slalu bertempur, berdamai. Mengakhiri sgala perkara dalam kepala. Seiring kesepakatan menyerah kalah pada si target langka selundupan ilahi: menjatuhkan hati terhadap si manusia spesies langka itu.
Sejak bait ini diluncurkan dengan sederhana pada ribuan malam, pada sela-sela kantukku.
dari: si gadis kaktus gemar menulis
Komentar
Posting Komentar